Ada yang merasa bahwa ia sudah terlalu tua, malu jika harus duduk di
majelis ilmu untuk mendengar para ulama menyampaikan ilmu yang berharga
dan akhirnya enggan untuk belajar. Padahal ulama di masa silam, bahkan
sejak masa sahabat tidak pernah malu untuk belajar, mereka tidak pernah
putus asa untuk belajar meskipun sudah berada di usia senja. Ada yang
sudah berusia 26 tahun baru mengenal Islam, bahkan ada yang sudah
berusia senja -80 atau 90 tahun- baru mulai belajar. Namun mereka-mereka
inilah yang menjadi ulama besar karena disertai ‘uluwwul himmah (semangat yang tinggi dalam belajar). Menuntut ilmu agama adalah amalan yang amat mulia. Lihatlah keutamaan yang disebutkan oleh sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, “Tuntutlah
ilmu (belajarlah Islam) karena mempelajarinya adalah suatu kebaikan
untukmu. Mencari ilmu adalah suatu ibadah. Saling mengingatkan akan ilmu
adalah tasbih. Membahas suatu ilmu adalah jihad. Mengajarkan ilmu pada
orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Mencurahkan tenaga
untuk belajar dari ahlinya adalah suatu qurbah (mendekatkan diri pada
Allah).”
Imam yang telah sangat masyhur di tengah kita, Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Tidak ada setelah berbagai hal yang wajib yang lebih utama dari menuntut ilmu.”
Berikut 10 contoh teladan dari ulama salaf di mana ketika berusia senja, mereka masih semangat dalam mempelajari Islam.
Teladan 1 – Dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum
Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab shahihnya, “Para sahabat belajar pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baru ketika usia senja”.
Teladan 2 – Perkataan Ibnul Mubarok
Dari Na’im bin Hammad, ia berkata bahwa ada yang bertanya pada Ibnul Mubarok, “Sampai kapan engkau menuntut ilmu?” “Sampai mati insya Allah”, jawab Ibnul Mubarok.
Teladan 3 – Perkataan Abu ‘Amr ibnu Al ‘Alaa’
Dari Ibnu Mu’adz, ia berkata bahwa ia bertanya pada Abu ‘Amr ibnu Al ‘Alaa’, “Sampai kapan waktu terbaik untuk belajar bagi seorang muslim?” “Selama hayat masih dikandung badan”, jawab beliau.
Teladan 4 – Teladan dari Imam Ibnu ‘Aqil
Imam Ibnu ‘Aqil berkata, “Aku tidak pernah menyia-nyiakan waktuku
dalam umurku walau sampai hilang lisanku untuk berbicara atau hilang
penglihatanku untuk banyak menelaah. Pikiranku masih saja terus bekerja
ketika aku beristirahat. Aku tidaklah bangkit dari tempat dudukku
kecuali jika ada yang membahayakanku. Sungguh aku baru mendapati diriku
begitu semangat dalam belajar ketika aku berusia 80 tahun. Semangatku
ketika itu lebih dahsyat daripada ketika aku berusia 30 tahun”.
Teladan 5 – Teladan dari Hasan bin Ziyad
Az Zarnujiy berkata, “Hasan bin Ziyad pernah masuk di suatu majelis
ilmu untuk belajar ketika usianya 80 tahun. Dan selama 40 tahun ia tidak
pernah tidur di kasur”.
Teladan 6 – Teladan dari Ibnul Jauzi
Kata Adz Dzahabiy, “Ibnul Jauzi pernah membaca Wasith di hadapan Ibnul Baqilaniy dan kala itu ia berusia 80 tahun.”
Teladan 7 – Teladan dari Imam Al Qofal
Al Imam Al Qofal menuntut ilmu ketika ia berusia 40 tahun.
Teladan 8 – Teladan dari Ibnu Hazm
Ketika usia 26 tahun, Ibnu Hazm belum mengetahui bagaimana cara
shalat wajib yang benar. Asal dia mulai menimba ilmu diin (agama) adalah
ketika ia menghadiri jenazah seorang terpandang dari saudara ayahnya.
Ketika itu ia masuk masjid sebelum shalat ‘Ashar, lantas ia langsung
duduk tidak mengerjakan shalat sunnah tahiyatul masjid. Lalu ada gurunya
yang berkata sambil berisyarat, “Ayo berdiri, shalatlah tahiyatul
masjid”. Namun Ibnu Hazm tidak paham. Ia lantas diberitahu oleh
orang-orang yang bersamanya, “Kamu tidak tahu kalau shalat tahiyatul
masjid itu wajib?”(*) Ketika itu Ibnu Hazm berusia 26 tahun. Ia lantas
merenung dan baru memahami apa yang dimaksud oleh gurunya.
Kemudian Ibnu Hazm melakukan shalat jenazah di masjid. Lalu ia
berjumpa dengan kerabat si mayit. Setelah itu ia kembali memasuki
masjid. Ia segera melaksanakan shalat tahiyatul masjid. Kemudian ada
yang berkata pada Ibnu Hazm, “Ayo duduk, ini bukan waktu untuk
shalat”(**).
Setelah dinasehati seperti itu, Ibnu Hazm akhirnya mau belajar agama
lebih dalam. Ia lantas menanyakan di mana guru tempat ia bisa menimba
ilmu. Ia mulai belajar pada Abu ‘Abdillah bin Dahun. Kitab yang ia
pelajari adalah mulai dari kitab Al Muwatho’ karya Imam Malik bin Anas.
* Perlu diketahui bahwa hukum shalat tahiyatul masjid menurut jumhur
–mayoritas ulama- adalah sunnah. Sedangkan menurut ulama Zhohiriyah,
hukumnya wajib.
** Menurut sebagian ulama tidak boleh melakukan shalat tahiyatul
masjid di waktu terlarang untuk shalat seperti selepas shalat Ashar.
Namun yang tepat, masih boleh shalat tahiyatul masjid meskipun di waktu
terlarang shalat karena shalat tersebut adalah shalat yang ada sebab.
Teladan 9 – Teladan dari Syaikh ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam
Beliau adalah ulama yang sudah sangat tersohor dan memiliki lautan
ilmu. Pada awalnya, Imam Al ‘Izz sangat miskin ilmu dan beliau baru
sibuk belajar ketika sudah berada di usia senja.
Teladan 10 – Teladan dari Syaikh Yusuf bin Rozaqullah
Beliau diberi umur yang panjang hingga berada pada usia 90 tahun. Ia
sudah sulit mendengar kala itu, namun panca indera yang lain masih baik.
Beliau masih semangat belajar di usia senja seperti itu dan semangatnya
seperti pemuda 30 tahun.
Jika kita telah mengetahui 10 teladan di atas dan masih banyak
bukti-bukti lainnya, maka seharusnya kita lebih semangat lagi untuk
belajar Islam. Dan belajar itu tidak pandang usia. Mau tua atau pun muda
sama-sama punya kewajiban untuk belajar. Inilah yang penulis sendiri
saksikan di tengah-tengah belajar di Saudi Arabia, banyak yang sudah
ubanan namun masih mau duduk dengan ulama-ulama besar seperti Syaikh
Sholeh Al Fauzan, bahkan mereka-mereka ini yang duduk di shaf terdepan.
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata,
مَنْ لَا يُحِبُّ الْعِلْمَ لَا خَيْرَ فِيهِ
“Siapa yang tidak mencintai ilmu (agama), tidak ada kebaikan untuknya.”
Ya Allah berkahilah umur kami dalam ilmu, amal dan dakwah. Wabillahit taufiq.
0 komentar:
Posting Komentar