Suatu malam, kami dengan ibu tersayang sedang makan di resto yang terletak di jalan Magelang. Setelah kami memesan makan malam, nampak seorang ustadz datang. Kebetulan beliau adalah teman akrab kami dulu dan dulu satu kos-kosan di Pogungkidul. Ternyata beliau mau memesan tempat dan minta pelayanan khusus karena tamu yang akan dilayani adalah tamu istimewa dari Arab Saudi. Yang dilayani ini adalah Syaikh Muhammad bin Mubarak Asy-Syarafi, murid Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, da’i dari Ad-Dawasir Saudi Arabia. Saya pun menyapa ustadz tersebut, sambil menanyakan kenapa mau makan di resto ini. Beliau pun menjawab bahwa Syaikh Asy-Syarafi mau makan malam di resto tersebut.
Saya sendiri tidak masuk dalam kepanitiaan yang menemani Syaikh. Namun ketika tahu ada seorang ulama yang datang, ingin rasanya untuk menemani. Akhirnya saya keluar menuju ke tempat parkir dari resto tersebut. Nampak mobil kijang hitam dan itu ternyata mobil Syaikh Asy-Syarafi. Saya ingin membuka pintu depan, ternyata pintu dibuka beliau sendiri. Beliau pun tersenyum tanda menyapa sambil mengucapkan salam. Lalu beliau berkata yang artinya secara bebas,
“Tempat seperti ini tidak boleh akhi … Ini ikhtilath. Campur baur antara laki-laki dan perempuan.”
Saya pun tersentak kaget. Iya betul juga.
Namun saya berusaha merayu beliau dengan mengatakan bahwa nanti akan disediakan ruangan khusus untuk beliau. Juga di situ akan dilayani oleh pelayan laki-laki.
Kita orang Indonesia mungkin menganggap, ahh Syaikh itu terlalu berlebihan. Masa kayak gitu saja tidak boleh. Bukankah resto dan warung makan di negeri kita memang belum terbiasa dipisah. Seperti itu mah biasa.
Gambaran di Arab Saudi (Pengalaman Saat Studi di Riyadh KSA)
Patut dipahami bahwa rata-rata resto di Saudi memang dipisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan ruang makan untuk keluarga ada sendiri, tidak campur baur dengan lawan jenis. Kadang disekat antara masing-masing tempat makan atau diberi seperti kamar sendiri.Kenapa seperti itu?
Mereka hanya ingin menjaga diri.
Mereka berusaha hindari iktilath yang Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam larang. Apa ada ajaran seperti itu?
Ada lah ….
Ajaran ini contohnya ada dalam sunnah sesudah shalat. Bahkan ajaran ini disebut dalam fikih madzhab Syafi’i seperti dalam kitab Fiqh Al-Manhaji karya ulama Syafi’i terkemuka saat ini yaitu Syaikh Prof. Dr. Musthofa Al-Bugho.
# Jika shalat dilakukan di masjid dan di belakang terdapat jama’ah wanita, disunnahkan jama’ah pria untuk tetap diam di tempatnya sampai jama’ah wanita keluar lebih dahulu. Karena ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dapat menimbulkan kerusakan.
Sumber : https://rumaysho.com/11806-hanya-ingin-menjaga-diri.html
0 komentar:
Posting Komentar