Pengertian Iman Menurut Ahlus Sunnah
Imam Ahmad berkata,
الإِيْمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ
“Iman adalah perkataan dan amalan, bisa bertambah dan berkurang.” (Diriwayatkan oleh anaknya ‘Abdullah dalam kitab As-Sunnah, 1: 207)
Imam Bukhari berkata dalam awal kitab shahihnya,
وَهُوَ قَوْلٌ وَفِعْلٌ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ
“Iman itu perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.” Sampai beliau berkata,
وَالحُبُّ فِي اللهِ وَالبُغْضُ فِي اللهِ مِنَ الإِيْمَانِ
“Cinta karena Allah dan benci karena Allah adalah bagian dari iman.” (Shahih Al-Bukhari dalam Kitab Al-Iman)
Ibnu Katsir berkata, “Iman menurut pengertian syar’i tidaklah bisa
terwujud kecuali dengan adanya keyakinan (i’tiqod), perkataan dan
perbuatan. Demikian definisi yang disampaikan oleh kebanyakan ulama.
Bahkan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal serta Abu ‘Ubaid juga
ulama lainnya bersepakat bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa
bertambah dan berkurang.” (Tafsir Ibnu Katsir pada surat Al Baqarah ayat 2).
Menurut ulama besar Syafi’iyah yang merupakan murid senior Imam Asy-Syafi’i, Imam Al-Muzani , ia berkata,
وَالإِيْماَنُ
قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَهُمَا سِيَانِ وَنَظَامَانِ وَقَرِيْنَانِ لاَ
نُفَرِّقُ بَيْنَهُمَا لاَ إِيْمَانَ إِلاَّ بِعَمَلٍ وَلاَ عَمَلَ إِلاَّ
بِإِيْمَانٍ
“Iman itu perkataan dan amalan. Keduanya itu semisal dan saling
mendukung. Keduanya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu dan
lainnya. Tidak ada iman kecuali dengan amalan dan tidak amalan kecuali
dengan iman.” (Syarh As-Sunnah, hlm. 83)
Amalan Apakah Syarat Iman?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin pernah menerangkan hal ini ketika menjelaskan kitab Aqidah Safariniyyah. Beliau rahimahullah berkata sebagai berikut.
Perlu dipahami bahwa ada amalan yang merupakan syarat iman dan ada yang bukan syarat iman.
Syahadat laa ilaha illallah wa anna muhammadar rasulullah adalah
syarat adanya iman. Siapa yang tidak mengucapkan syahadat tersebut, maka
ia kafir walau dia beriman pada Allah (dalam hatinya).
Siapa yang tidak shalat dan shalat merupakan amalan, maka ia kafir walau ia mengucapkan syahadat.
Adapun bila seseorang itu beriman pada Allah dan bersyahadat, namun ia tidak menunaikan zakat, ia tidaklah kafir.
Ringkasnya, jika keimanan seseorang dalam hati itu hilang, maka ia
kafir. Jika keimanan dalam hati itu ada namun berbeda dengan ucapan dan
perbuatan (artinya: ada amalan yang ditinggalkan), maka perlu ada
rincian. Jika ada dalil yang menunjukkan meninggalkan suatu amalan itu
kafir, maka dihukumi kafir.
Siapa yang beriman pada Allah sedangkan ia enggan mengucapkan dua
kalimat syahadat, maka ia telah meninggalkan ucapan, ia kafir disebabkan
hal itu.
Siapa yang mengucapkan bahwa ia beriman pada Allah dan ia bersaksi
dua kalimat syahadat akan tetapi ia tidak shalat, maka ia kafir menurut
pendapat paling kuat di antara pendapat para ulama.
Siapa yang bersyahadat dan beriman pada Allah, ia pun shalat, namun
enggan menunaikan zakat, maka ia tidak kafir. Namun menurut kalangan
Khawarij, orang seperti itu kafir. Sedangkan menurut Mu’tazilah orang
seperti itu berada dalam dua keadaan antara iman dan kafir kecuali kalau
menganggap enggan bayar zakat itu kafir. (Syarh Al-‘Aqidah As-Safariniyyah, hlm. 402-403)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa amalan merupakan
bagian dari iman. Namun ada amalan yang merupakan syarat adanya iman,
ada yang tidak. Wallahu a’lam.
Satu pelajaran penting yang bisa diambil pula bahwa shalat merupakan syarat iman. Baca bahasan meninggalkan shalat.
Sumber : Rumaysho.Com
Sumber : Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar