Ada yang disebut munafik karena tidak shalat jamaah di masjid. Kenapa bisa?
Simak bahasan berikut. Nasehat ini untuk para pria karena yang wajib shalat jama’ah adalah para pria.
Sifat shalat orang munafik disebutkan dalam ayat berikut ini,
وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan
malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali” (QS. An Nisaa’: 142).
Ada tiga sifat dari orang munafik yang bisa kita simpulkan dari ayat di atas:
- Shalatnya malas dan terus merasa berat.
- Riya’ dalam shalatnya.
- Hanya sedikit mengingat Allah.
Orang Munafik Shalat dalam Keadaan Malas dan Riya’
Sifat malas orang munafik itulah sifat yang nampak sebagaimana disebutkan dalam ayat yang lain,
وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى
“Dan mereka tidaklah mengerjakan shalat melainkan dalam keadaan malas” (QS. At Taubah: 54).
Yang dimaksud mereka riya’ dengan shalatnya adalah mereka tidak
ikhlas dalam bermunajat pada Allah. Mereka pura-pura baik saja di
hadapan manusia. Oleh karenanya orang munafik secara umum tidak terlihat
pada shalat Isya dan shalat Shubuh, di mana keadaan kedua shalat
tersebut masih gelap. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
إِنَّ
أَثْقَلَ صَلاَةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلاَةُ الْعِشَاءِ وَصَلاَةُ
الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً
فَيُصَلِّىَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِى بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ
مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لاَ يَشْهَدُونَ الصَّلاَةَ فَأُحَرِّقَ
عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ
“Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah
shalat Isya dan shalat Shubuh. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada
dalam kedua shalat tersebut tentu mereka akan mendatanginya walau
dengan merangkak. Sungguh aku bertekad untuk menyuruh orang melaksanakan
shalat. Lalu shalat ditegakkan dan aku suruh ada yang mengimami
orang-orang kala itu. Aku sendiri akan pergi bersama beberapa orang
untuk membawa seikat kayu untuk membakar rumah orang yang tidak
menghadiri shalat Jama’ah.” (HR. Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651, dari Abu Hurairah).
Dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan,
لَوْلا
مَا فِى الْبُيُوتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالذُّرِّيَّةِ أَقَمْتُ صَلاَةَ
الْعِشَاءِ وَأَمَرْتُ فِتْيَانِى يُحَرِّقُونَ مَا فِى الْبُيُوتِ
بِالنَّارِ
“Seandainya bukan karena ada wanita dan anak-anak, aku tentu akan
menyuruh shalat Isya ditegakkan dan aku sendiri bersama dengan pemuda
akan membakar rumah yang tidak datang ke masjid dengan api.” (HR.
Ahmad 2: 367, dari Abu Hurairah. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan
bahwa hadits ini shahih sedangkan sanad hadits ini dho’if karena adanya
Abu Ma’syar)
Disebutkan dalam hadits yang dha’if, namun maknanya benar,
مَنْ
أحْسَنَ الصَّلاَةَ حَيْثُ يَرَاهُ النَّاسُ، وَأَسَاءَهَا حَيْثُ
يَخْلُوْ، فَتِلْكَ اِسْتِهَانَةٌ، اِسْتَهَانَ بِهَا رَبَّهُ عَزَّ
وَجَلَّ
“Siapa yang memperbagus shalat ketika dilihat oleh orang, namun
shalatnya rusak ketika tidak ada orang yang memperhatikan, maka itu
termasuk menghinakan, yaitu ia termasuk merendahkan Allah dengan
shalatnya.” (Dikeluarkan oleh Abu Ya’la dengan sanad dan matannya. Namun
sanadnya dha’if karena adanya Ibrahim bin Muslim Al Hijriy. Lihat ta’liq Abu Ishaq Al Huwaini dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 243)
Orang Munafik Sedikit Mengingat Allah
Adapun orang munafik hanya sedikit mengingat Allah. Yang dimaksud
adalah dalam shalat mereka, mereka tidaklah khusyu’, mereka tidak tahu
apa yang mereka ucapkan dalam shalatnya. Bahkan dalam shalat, mereka
benar-benar lalai. Mereka juga biasa berpaling dari kebaikan. Ini yang
disebut oleh Ibnu Katsir mengenai maksud ayat di atas, disebut dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 243.
Syaikh As Sa’di menyatakan kenapa orang munafik sampai bisa sedikit berdzikir pada Allah,
لاِمْتِلاَء
ِقُلُوْبِهِمْ مِنَ الرِّيَاءِ، فَإِنَّ ذِكْرَ اللهِ تَعَالَى
وَمُلاَزَمَتَهُ لاَ يَكُوْنُ إِلاَّ مِنْ مُؤْمِنٍ مُمْتَلِئِ قَلْبَهُ
بِمَحَبَّةِ اللهِ وَعَظَمَتِهِ
“Karena hati mereka sudah dipenuhi dengan riya’ (beramal hanya ingin
cari pujian). Ingatlah bahwa dzikir pada Allah dan bisa terus konsisten
dalam dzikir hanyalah ada pada orang beriman yang hatinya penuh dengan
kecintaan dan pengagungan pada Allah.” (Tafsir As Sa’di, hal. 210).
Keadaan shalat orang munafik yang hanya mau sedikit saja mengingat Allah digambarkan dalam hadits berikut.
Dari Al ‘Alaa’ bin ‘Abdurrahman, bahwasanya ia pernah menemui Anas
bin Malik di rumahnya di Bashroh ketika beliau selesai dari shalat
Zhuhur. Rumah beliau berada di samping masjid.
Ketika Al Alaa’ bertemu dengan Anas, Anas bertanya, “Apakah kalian sudah shalat ‘Ashar?”
“Kami baru saja selesai dari shalat Zhuhur”, jawab Al ‘Alaa.
Anas memerintahkan mereka untuk shalat ‘Ashar. Setelah mereka shalat, Anas berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تِلْكَ
صَلاَةُ الْمُنَافِقِ يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ
بَيْنَ قَرْنَىِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ
اللَّهَ فِيهَا إِلاَّ قَلِيلاً
“Ini adalah shalat orang munafik. Ia duduk hingga matahari berada
antara dua tanduk setan. Lalu ia mengerjakan shalat ‘Ashar empat
raka’at. Ia hanyalah mengingat Allah dalam waktu yang sedikit.” (HR. Muslim no. 622).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa hanya meluangkan untuk berdzikir
sesaat dan mepet dengan waktu berakhirnya ibadah. Shalat mereka pun
dikerjakan dalam keadaan malas, dan mereka berat melaksanakannya.
Munafik Karena Tak Pernah Shalat Jama’ah di Masjid
Sifat shalat orang munafik lainnya disebutkan dalam perkataan para ulama berikut.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
وَلَقَدْ
رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ
النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ
الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِى الصَّفِّ
“Aku telah melihat bahwa orang yang meninggalkan shalat jama’ah
hanyalah orang munafik, di mana ia adalah munafik tulen. Karena
bahayanya meninggalkan shalat jama’ah sedemikian adanya, ada seseorang
sampai didatangkan dengan berpegangan pada dua orang sampai ia bisa
masuk dalam shaf.” (HR. Muslim no. 654).
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan hafizhahullah mengatakan,
“Seseorang yang meninggalkan shalat jama’ah menunjukkan akan beratnya
dia menjalankan shalat. Ini pertanda bahwa hatinya terdapat sifat
kemunafikan. Untuk lepas dari sifat tersebut, marilah menjaga shalat
jama’ah.” (Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Maram, 3: 365)
Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma menyatakan,
كُنَّا إِذَا فَقَدْنَا الإِنْسَانَ فِي صَلاَةِ العِشَاءِ الآخِرَةِ وَالصُّبْحِ أَسَأْنَا بِهِ الظَّنَّ
“Jika kami tidak melihat seseorang dalam shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh, maka kami mudah untuk suuzhon (berprasangka jelek) padanya” (HR. Ibnu Khuzaimah 2: 370 dan Al Hakim 1: 211, dengan sanad yang shahih sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Rajab. Lihat Minhatul ‘Allam, 3: 365)
Ibrahim An Nakha’i rahimahullah mengatakan,
كَفَى عَلَماً عَلَى النِّفَاقِ أَنْ يَكُوْنَ الرَّجُلُ جَارَ المسْجِد ، لاَ يُرَى فِيْهِ
“Cukup disebut seseorang memiliki tanda munafik jika ia adalah tetangga masjid namun tak pernah terlihat di masjid” (Fathul Bari karya Ibnu Rajab 5: 458 dan Ma’alimus Sunan 1: 160. Lihat Minhatul ‘Allam, 3: 365).
Itulah yang kita saksikan saat ini, banyak pria yang lalai dari
shalat Jama’ah, lebih-lebih lagi shalat Shubuh. Ini semua disebabkan
karena lemahnya iman, ada penyakit dalam hatinya, kurang semangat dalam
melakukan ketaatan, berpaling dari Allah, dan lebih mendahulukan hawa
nafsu daripada perintah Allah. Wallahul musta’an.
Sumber : Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar