Memahami Zhihar
Zhihar berasal dari kata ‘punggung’. Karena asli dari bentuk zhihar 
yaitu memanggil istri dengan ‘engkau bagiku seperti punggung ibuku’.
Sedangkan secara istilah yang dimaksud zhihar adalah suami 
menyerupakan istrinya pada sesuatu yang haram pada salah salah satu 
mahramnya seperti ibunya atau saudara perempuannya.
Panggilan zhihar seperti di atas di masa Jahiliyyah dianggap sebagai 
talak. Ketika Islam datang, ucapan semacam itu tidak dianggap talak. 
(Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 2: 14)
Ayat yang Membicarakan tentang Zhihar
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ
 يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ 
أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ 
مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ (2) 
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا
 فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ 
بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ 
فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ
 لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا 
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ 
أَلِيمٌ (4)
“Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap
 isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu 
mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan 
mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu 
perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi 
Maha Pengampun. 
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak 
menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) 
memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. 
Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa 
yang kamu kerjakan. 
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. 
Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam
 puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan 
Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada 
siksaan yang sangat pedih.” (QS. Al Mujaadilah: 2-4)
Memanggil Istri dengan Ummi, Dek, dan Semacam Itu
Ada pendapat dari Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, beliau mengatakan,
أنه يكره للرجل أن ينادي زوجته ويسميها باسم محارمه، كقوله ” يا أمي ” ” يا أختي ” ونحوه، لأن ذلك يشبه المحرم
“Dimakruhkan seorang suami memanggil istrinya dengan panggilan nama 
mahramnya seperti ‘wahai ibuku’, ‘wahai saudaraku (mari dek)’ atau 
semacam itu. Karena seperti itu berarti menyerupakan istri dengan 
mahramnya.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 893)
Ada keterangan lain yang menganggap memanggil dengan panggilan 
seperti itu tidak termasuk zhihar yang terlarang dalam ayat. Karena 
zhihar itu ada dua macam: (1) zhihar tegas seperti engkau seperti 
punggung ibuku, (2) zhihar kinayah yaitu tidak tegas seperti engkau 
bagiku seperti ibu dan adikku. Untuk yang terakhir mesti dilihat dari 
niatnya. Jika diniatkan zhihar, maka termasuk zhihar. Namun jika 
maksudnya menyerupakan dengan ibu dan adik dari sisi kemuliaan, maka 
tidak termasuk zhihar. Ketika tidak termasuk, maka tidak ada kewajiban 
atau kafarah apa pun. (Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 2: 15)
Kalau melihat dari kebiasaan suami memanggil istrinya dengan 
panggilan ‘ummi, dek, mama atau semisal itu’, secara jelas kita tahu 
bahwa maksudnya adalah bukan panggilan zhihar seperti yang dimaksudkan 
orang Jahiliyyah.
Panggilan seperti itu hanyalah panggilan biasa, bahkan panggilan yang menunjukkan sayang atau kedekatan. Sehingga kesimpulannya, memanggil istri seperti itu tidaklah masalah.Sumber :https://rumaysho.com/11004-haramkah-memanggil-istri-dengan-ibu-ummi-dek.html






0 komentar:
Posting Komentar