Senin, 28 Desember 2015

Boleh Niatan Qurban untuk Mayit

Bolehkah niatan qurban untuk mayit? Artikel ini menyatakan bolehnya. Namun ada ulama yang menyatakan mesti ada wasiat baru dibolehkan.

Pendapat yang Membolehkan

Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, Al-Lajnah Ad-Daimah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’ penah diajukan pertanyaan, “Bolehkah niatan qurban untuk mayit?”
Jawaban para ulama Al-Lajnah, “Para ulama sepakat, hal itu masih disyari’atkan karena sisi asalnya termasuk sedekah jariyah. Sehingga boleh berniat qurban untuk mayit. Dalil yang melatarbelakangi hal ini adalah hadits umum,
إِذَا مَاتَ اِبْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُو لَهُ
Jika manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang diambil manfaatnya, atau anak shalih yang selalu mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa’i, Al-Bukhari dalam Adab Al-Mufrad, dari Abu Hurairah).
Berqurban atas nama mayit termasuk bagian dari sedekah jariyah. Di dalamnya terdapat manfaat untuk orang yang berqurban, untuk mayit dan yang lainnya.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
[Pertanyaan nomor dua, dari fatwa nomor 1474, ditandatangani oleh ketua Al-Lajnah saat itu: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz]

Pendapat yang Membolehkan Hanya Jika Ada Wasiat

Dalam madzhab Syafi’i sendiri ada beda pendapat.
Imam Nawawi rahimahullah membolehkan qurban atas nama orang yang telah meninggal dunia hanya jiak ada wasiat. Jika tidak ada wasiat, berarti tidak dibolehkan.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ، وَلَا عَنْ الْمَيِّتِ إذَا لَمْ يُوصِ بِهَا
“Tidak sah qurban untuk orang lain selain dengan izinnya. Tidak sah pula qurban untuk mayit jika ia tidak memberi wasiat untuk qurban tersebut.” (Minhaj Ath-Thalibin, 3: 333)
Dasar dari Imam Nawawi adalah ayat,
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39). Jika diwasiatkan untuk qurban berarti boleh karena wasiat itu diusahakan oleh mayit.
Pendapat yang sama dinyatakan pula oleh penulis Kifayah Al-Akhyar, Muhammad bin ‘Abdul Mu’min Al-Hishni, di mana ia berkata,
وَلاَ يَجُوْزُ عَنِ الميِّتِ عَلَى الأَصَحِّ إِلاَّ أَنْ يُوْصَى بِهَا
“Tidak boleh qurban itu diniatkan atas nama mayit menurut pendapat yang paling kuat dari pendapat ulama Syafi’iyah. Dibolehkan hanya ketika ada wasiat.” (Kifayah Al-Akhyar, hlm. 579).
Kalau dinyatakan “‘alal ashah”, berarti ada perselisihan kuat di dalam madzhab Syafi’i. Namun yang dikuatkan adalah pendapat yang disebutkan di atas. Pendapat lain diisyaratkan oleh Muhammad bin Al-Khatib Asy-Syarbini ketika menjelaskan pendapat Imam Nawawi di atas dinyatakan bahwa masih sah qurban atas nama mayit walau tidak ada wasiat. Karena seperti itu termasuk sedekah. Lihat Mughni Al-Muhtaj, 4: 390.

Sumber : Rumaysho.Com

2 komentar: