Apa yang dimaksud dengan rezeki? Apa rezeki itu identik dengan harta dan uang? Bagaimana cara kita memanfaatkan rezeki?
Makna Rezeki
Apa itu rezeki?
Rezeki adalah:
هُوَ
كُلُّ مَا تَنْتَفِعُ بِهِ مِمَّا اَبَاحَهُ اللهُ لَكَ سَوَاءٌ كَانَ
مَلْبُوْسٌ اَوْ مَطْعُوْمٌ … حَتَّى الزَّوْجَة رِزْق، الاَوْلاَدُ وَ
البَنَاتُ رِزْقٌ وَ الصِّحَةُ وَ السَّمْعُ وَ العَقْلُ …الخ
“Segala sesuatu yang bermanfaat yang Allah halalkan untukmu,
entah berupa pakaian, makanan, sampai pada istri. Itu semua termasuk
rezeki. Begitu pula anak laki-laki atau anak peremupuan termasuk rezeki.
Termasuk pula dalam hal ini adalah kesehatan, pendengaran dan
penglihatan.”
Dari pengertian di atas, rezeki ternyata tidak identik dengan harta dan uang. Jadi, janganlah kita sempitkan pada maksud tersebut saja.
Pemanfaatan Rezeki
Rezeki yang kita peroleh wajib dimanfaatkan untuk hal yang baik. Disebut dalam ayat,
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Dan menafkahkan (mengeluarkan) sebagian rezeki yang dinafkahkan untuk mereka.” (QS. Al-Baqarah: 3)
Jika rezeki berupa harta, maka wajib diperhatikan zakat dari harta
tersebut atau mengeluarkannya untuk sedekah yang sunnah. Ada pula rezeki
selain harta yang juga diperintahkan untuk dimanfaatkan untuk hal-hal
baik, seperti rezeki berupa akal, pendengaran dan penglihatan.
Adapun pemanfaatan rezeki dengan dua acara:
1- Rezeki atau nikmat dimanfaatkan untuk melakukan ketaatan pada Allah.
2- Rezeki tersebut dimanfaatkan untuk memberi manfaat pada kaum muslimin yang lain.
Ibnu Hazm berkata,
كُلُّ نِعْمَةٍ لاَ تُقَرِّبُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَهِيَ بَلِيَّةٌ
“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.” (Jaami’ul Ulum wal Hikam, 2: 82)
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ
النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ
الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ ,
أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ
تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling
memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh
Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan
dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya.”
(HR. Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280, 12: 453. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana disebutkan dalam
Shahih Al Jaami’ no. 176).
Carilah Rezeki dengan Cara yang Halal
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
رُوْحَ القُدُسِ نَفَثَ فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتَ حَتَّى
تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا ، فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ ،
وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمْ اِسْتَبْطَاءَ الرِّزْقُ أَنْ تَطْلُبُوْهُ
بِمَعَاصِي اللهَ ؛ فَإِنَّ اللهَ لاَ يُدْرِكُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ
بِطَاعَتِهِ
“Sesungguhnya ruh qudus (Jibril), telah membisikkan ke dalam
batinku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan
dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah
dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8: 166, hadits shahih. Lihat Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah no. 2866).
Dalam hadits disebutkan bahwa kita diperintah untuk mencari rezeki
dengan cara yang baik atau diperintahkan untuk “ajmilu fit tholab”. Apa
maksudnya?
- Janganlah berputus asa ketika belum mendapatkan rezeki yang halal sehingga menempuh cara dengan maksiat pada Allah. Jangan sampai kita berucap, “Rezeki yang halal, mengapa sulit sekali untuk datang?”
- Jangan sampai engkau mencelakakan dirimu untuk sekedar meraih rezeki.
Dalam hadits di atas berarti diperintahkan untuk mencari rezeki yang
halal. Janganlah rezeki tadi dicari dengan cara bermaksiat atau dengan
menghalalkan segala cara. Kenapa ada yang menempuh cara yang haram dalam
mencari rezeki? Di antaranya karena sudah putus asa dari rezeki Allah
sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Intinya karena tidak sabar. Seandainya mau bersabar mencari rezeki,
tetap Allah beri karena jatah rezeki yang halal sudah ada. Coba
renungkan perkataan Ibnu ‘Abbas berikut ini. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
ما
من مؤمن ولا فاجر إلا وقد كتب الله تعالى له رزقه من الحلال فان صبر حتى
يأتيه آتاه الله تعالى وإن جزع فتناول شيئا من الحرام نقصه الله من رزقه
الحلال
“Seorang mukmin dan seorang fajir (yang gemar maksiat) sudah
ditetapkan rezeki baginya dari yang halal. Jika ia mau bersabar hingga
rezeki itu diberi, niscaya Allah akan memberinya. Namun jika ia tidak
sabar lantas ia tempuh cara yang haram, niscaya Allah akan mengurangi
jatah rezeki halal untuknya.” (Hilyatul Auliya’, 1: 326)
Sumber : Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar