Memang betul, kadang ketika kenyang kita akan semakin malas dalam
beraktivitas dan juga dalam ibadah. Ketika kenyang kita pun akan lebih
senang untuk merebahkan badan untuk tidur daripada bergerak dan
beraktivitas. Imam Syafi’i adalah di antara ulama yang memberi contoh
pada kita agar bersikap sederhana dalam makan.
Nasehat Imam Syafi’i rahimahullah yang kami maksud adalah sebagai berikut.
Abu ‘Awanah Al Isfiroyaini berkata bahwa Ar Robi berkata bahwa ia mendengar Imam Asy Syafi’i berkata,
ما شبعت منذ ست عشرة سنة إلا مرة، فأدخلت يدي فتقيأتها
“Aku tidaklah pernah kenyang selama 16 tahun kecuali sekali. Ketika
kenyang seperti itu aku memasukkan tanganku (dalam mulut) agar aku bisa
memuntahkan (makanan di dalam).”
Ibnu Abi Hatim dari Ar Robi’ menambahkan (perkataan Imam Syafi’i),
لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة
“Karena yang namanya kenyang membuat badan menjadi berat, hati
menjadi keras, kecerdasan berkurang, lebih banyak tidur dan malas
ibadah.” (Siyar A’lamin Nubala, 10: 36)
Mengenai hadits yang menganjurkan makan sebelum kenyang sebenarnya dho’if. Akan
tetapi maknanya benar dan bisa diamalkan. Dan sebenarnya makan sampai
kenyang tidaklah masalah ketika tidak sampai menimbulkan bahaya.
Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz ditanya: Bagaimana keshahihan hadits berikut:
نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع
“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.“
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjawab:
Hadits ini memang diriwayatkan dari sebagian sahabat yang bertugas
sebagai utusan, namun sanadnya dhaif. Diriwayatkan bahwa para sahabat
tersebut berkata dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع
“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang“
Maksudnya yaitu bahwa kaum muslimin itu hemat dan sederhana.
Maknanya benar, namun sanadnya dho’if, silakan periksa di
Zaadul Ma’ad dan Al Bidayah Wan Nihayah. Faidahnya, bahwa seseorang baru
makan sebaiknya jika sudah lapar atau sudah membutuhkan. Dan ketika
makan, tidak boleh berlebihan sampai kekenyangan. Adapun rasa kenyang
yang tidak membahayakan, tidak mengapa. Karena orang-orang di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
dan masa selain mereka pun pernah makan sampai kenyang. Namun mereka
menghindari makan sampai terlalu kenyang. Terkadang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
mengajak para sahabat ke sebuah jamuan makan. Kemudian beliau menjamu
mereka dan meminta mereka makan. Kemudian mereka makan sampai kenyang.
Setelah itu barulah shallallahu’alaihi wa sallam makan beserta para sahabat yang belum makan.
Terdapat hadits, di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, ketika sedang terjadi perang Khondaq, Jabir bin Abdillah Al Anshari mengundang Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk memakan daging sembelihannya yang kecil ukurannya beserta sedikit gandum. Kemudian Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
mengambil sepotong roti dan daging, kemudian beliau memanggil sepuluh
orang untuk masuk dan makan. Mereka pun makan hingga kenyang kemudian
keluar. Lalu dipanggil kembali sepuluh orang yang lain, dan demikian
seterusnya. Allah menambahkan berkah pada daging dan gandum tadi,
sehingga bisa cukup untuk makan orang banyak, bahkan masih banyak
tersisa, hingga dibagikan kepada para tetangga.
Dan suatu hari, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyajikan
susu pada Ahlus Shuffah (salah satunya Abu Hurairah, pent). Abu
Hurairah berkata, “Aku minum sampai puas”. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi, Abu Hurairah“. Maka aku minum. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi“. Maka aku minum lagi. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Ayo minum lagi“. Maka aku minum lagi, lalu aku berkata “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, tidak lagi aku dapati tempat untuk minuman dalam tubuhku”. Kemudian Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
mengambil susu yang tersisa dan meminumnya. Semua ini adalah dalil
bolehnya makan sampai kenyang dan puas yang wajar, selama tidak
membahayakan. (Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/38)[1]
Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah (7: 1651-1652) berkata bahwa hadits “Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang“ adalah ‘laa ashla lahu’ (tidak ada asalnya). Istilah ‘laa ashla lahu’ dalam mustholah hadits ada dua makna: (1) tidak ada sanadnya, (2) memiliki sanad tetapi tidak shahih.[2]
Sebaik-baik muslim adalah yang bersikap sederhana dalam makan dan
keuntungan atau manfaatanya sangat luar biasa sebagaimana yang
disebutkan oleh Imam Syafi’i.
Sumber : https://rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar