Larangan Ihram Menggunakan Wewangian
Dalam Bulughul Marom pada hadits no. 731, disebutkan hadits berikut ini,
وَعَنْ
اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: – أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – سُئِلَ: مَا يَلْبَسُ اَلْمُحْرِمُ مِنْ اَلثِّيَابِ?
فَقَالَ: ” لَا تَلْبَسُوا الْقُمُصَ, وَلَا اَلْعَمَائِمَ, وَلَا
السَّرَاوِيلَاتِ, وَلَا اَلْبَرَانِسَ, وَلَا اَلْخِفَافَ, إِلَّا أَحَدٌ
لَا يَجِدُ اَلنَّعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ اَلْخُفَّيْنِ وَلْيَقْطَعْهُمَا
أَسْفَلَ مِنَ اَلْكَعْبَيْنِ, وَلَا تَلْبَسُوا شَيْئًا مِنْ اَلثِّيَابِ
مَسَّهُ اَلزَّعْفَرَانُ وَلَا اَلْوَرْسُ” – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
“Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai pakaian apa yang boleh dipakai oleh muhrim (orang yang berihram)?” Beliau menjawab, “Tidak
boleh memakai baju yang punya lengan, ‘imamah (penutup yang
menyelubungi kepala), celana, baronis (pakaian yang menutupi kepala dan
badan), sepatu, kecuali jika tidak memilikii sendal, hendaklah ia
mengenakan dua sepatu lalu dipotong bagian yang lebih bawah dari dua
mata kaki. Dan jangan memakai pakaian yang tersentuh minyak za’faran dan
waros (wewangian dari tanaman yang warnanya merah).” Muttafaq ‘alaih, sedangkan lafazhnya adalah lafazh Muslim.
Dalil ini menunjukkan dilarang bagi yang sedang berihram baik laki-laki maupun perempuan untuk memakai wewangian secara umum.
Sabun Wangi Saat Ihram
Lantas bagaimana menggunakan sabun wangi saat ihram?
Di sini ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Ada tiga pendapat dalam masalah ini:
1- Menggunakan sabun wangi selama tidak digunakan
untuk maksud menikmati wanginya, maka dibolehkan. Namun jika yang
dimaksud untuk menikmati wanginya, seperti wangi minyak misik dan
semacamnya, maka tidak boleh digunakan. Demikian yang dipilih oleh ulama
Malikiyah dan yang nampak dari pendapat Syaikh Muhammad bin Sholeh Al
‘Utsaimin.
Alasannya: Pendapat ini beralasan karena mencium
wewangian saja tidaklah dikenakan fidyah. Beda halnya jika wewangiannya
digunakan untuk menikmati wanginya.
2- Sabun wangi boleh digunakan selama sabun itu yang
mayoritas, bukan wanginya yang mendominasi dan orang-orang masih
menyebutnya sabun (bukan wewangian atau parfum). Sedangkan jika
wewangian yang mendominasi, maka tidak boleh digunakan. Jika sabun
digunakan untuk tujuan membersihkan, maka boleh digunakan. Namun jika
maksudnya untuk menikmati wanginya, maka tidak dibolehkan. Demikian
pendapat ulama Hanafiyah dan yang nampak dari pendapat Syaikh ‘Abdul
‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz.
Alasannya: Menggunakan sabun wangi tidaklah dimaksud untuk menikmati wanginya. Juga sabun ini tidak disebut wewangian atau parfum.
3- Sabun wangi tidak boleh digunakan sebagaimana
minyak wangi. Demikian pendapat Abu Hanifah, madzhab Syafi’iyah, madzhab
Hambali, fatwa Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, dan Syaikh
‘Abdur Razaq ‘Afifi.
Alasannya: Karena memandang keumuman dalil yang
melarang memakai wewangian. Juga kareana adanya bau, menunjukkan adanya
wewangian yang digunakan. Jadi jika ada wewangian yang bersendirian atau
bercampur dengan lainnya digunakan, maka wajib ada fidyah.
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat pertama.
Karena mengatakan bahwa sabun tidak memiliki bau atau wangi sama sekali
adalah suatu yang mustahil. Jadi, jika ada sabun yang berbau buah-buahan
dan itu jelas bukan maksud untuk dinikmati wanginya, maka boleh digunakan. Namun jika sabun memiliki tambahan yang dengan maksud dinikmati wanginya (seperti minyak misik), maka tidak boleh digunakan. Pendapat ini lebih menimbang anggapan sabun menurut ‘urf, menghilangkan kesulitan dan kehati-hatian dalam ibadah.
Namun jika dapat dihindari sabun wangi termasuk juga sabun cuci
(deterjen) yang wangi itu lebih baik. Apalagi saat musim haji amat
banyak ditemukan sabun-sabun non parfum di berbagai toko di tanah suci.
Sumber : rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar