Bolehkah istri mengeluarkan zakat untuk suami?
Ada kisah yang bisa diambil pelajaran berikut ini.
Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah, istri ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَصَدَّقْنَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ وَلَوْ مِنْ حُلِيِّكُنَّ
“Hai kaum wanita, bersedekahlah kalian walaupun dari perhiasan kalian.”
Kemudian Zainab pulang menemui ‘Abdullah bin Mas’ud dan berkata,
“Sesungguhnya engkau adalah orang yang tidak mampu dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyuruh kami untuk bersedekah. Pergilah dan tanyakan kepada beliau,
apakah aku diperbolehkan memberikan sedekah untukmu? Jika tidak, aku
akan memberikannya kepada yang lain.” Ibnu Mas’ud berkata, “Engkau
sajalah yang pergi ke sana.”
Zainab pun berangkat ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di sana ada seorang wanita Anshar berada di pintu rumah beliau untuk menyampaikan permasalahan yang sama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah orang yang dikaruniai kewibawaan. Lalu keluarlah Bilal untuk
menemui Zainab dan wanita Ashar. Mereka berkata, “Beritahukan kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ada dua orang
wanita berada di depan pintu hendak menanyakan sesuatu kepada beliau.
Apakah sedekah boleh diberikan kepada suami dan anak-anak yatim yang
diasuhnya? Namun jangan engkau beritahukan siapa kami.”
Bilal kemudian masuk dan menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebelum menjawab, beliau bertanya, “Siapakah dua orang wanita itu?” Bilal menjawab, “Seorang wanita Anshar dan Zainab.” Beliau bertanya lagi, “Zainab yang mana?” Bilal menjawab, “Istri ‘Abdullah.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَهُمَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
“Kedua wanita itu mendapatkan dua pahala yaitu pahala membantu kerabat dan pahala sedekah.” (HR. Bukhari no. 1466 dan Muslim no. 1000). Hadits di atas disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin 15/327 pada Bab Birrul Walidain wa Shilatul Arham, yaitu berbakti pada orang tua dan menjalin hubungan kerabat.
Beberapa faedah yang bisa dipetik dari hadits di atas:
1- Hendaklah seorang pemimpin mengajak rakyatnya untuk bersedekah
atau menunaikan zakat, juga mengajak pada perkara kebaikan lainnya.
2- Boleh bagi seorang pria menasehati wanita selama aman dari godaannya.
3- Dalam hadits di atas, Bilal diberitahu bahwa jangan beritahu nama
kedua wanita yang datang. Namun Bilal mengingkari janji tersebut. Imam
Nawawi menyebutkan bahwa memberikan jawaban pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
itu wajib, tidak boleh jawaban tersebut diakhirkan. Dalam kaedah fikih,
jika bertentangan dua maslahat –dalam kasus ini menjawab pertanyaan
Rasul dan menjaga rahasia-, yang dimenangkan adalah yang lebih utama
yaitu memberi jawaban atas pertanyaan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4- Hadits di atas menunjukkan anjuran untuk menjaga silaturahim
yaitu menjalin hubungan dengan kerabat, bentuknya di antaranya adalah
dengan memberikan sedekah atau zakat untuk kerabat selama bukan dalam
tanggungan nafkah.
5- Memberikan sedekah atau zakat bagi kerabat yang bukan dalam
tanggungan nafkah dibolehkan. Ada dua keutamaan memberi nafkah pada
kerabat yaitu mendapat pahala sedekah dan mendapat pahala silaturahim.
6- Bolehnya seorang istri menyalurkan zakat pada suaminya atau
anaknya karena istri tidak punya kewajiban menanggung nafkah suami dan
anaknya. Yang menjadi penanggung jawab nafkah untuk anak-anak adalah
suami. Jadi sah-sah saja jika istri menyerahkan zakat pada suami atau
anaknya.
7- Wanita boleh keluar rumah untuk bertanya masalah agama.
8- Menuntut ilmu agama wajib bagi wanita sebagaimana wajib bagi pria.
9- Wajib bertanya soal agama pada perkara yang masih samar dan sulit dipahami jalan keluarnya.
Sumber : Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar