Kapan memuji orang lain di hadapannya dibolehkan?
Ada pelajaran yang bisa diambil dari hadits berikut.
عَنْ
أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
يَا أَبَا الْمُنْذِرِ أَتَدْرِى أَىُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ
أَعْظَمُ ». قَالَ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « يَا أَبَا
الْمُنْذِرِ أَتَدْرِى أَىُّ آيَةٍ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ مَعَكَ أَعْظَمُ
». قَالَ قُلْتُ اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ.
قَالَ فَضَرَبَ فِى صَدْرِى وَقَالَ « وَاللَّهِ لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ
أَبَا الْمُنْذِرِ »
Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Abul Mundzir, ayat apa dari kitab Allah yang ada bersamamu yang paling agung?” Aku menjawab, “Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qayyum.” Lalu beliau memukul dadaku dan berkata, “Semoga engkau mudah memperoleh imu, wahai Abul Mundzir.” (HR. Muslim no. 810)
Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan, “Hadits ini adalah dalil akan bolehnya
mengutamakan sebagian Al-Qur’an dari lainnya dan mengutamakannya dari
selain kitab-kitab Allah. … Maknanya adalah pahala membacanya begitu
besar, itulah makna hadits.”
Apa sebab ayat kursi lebih agung? Imam Nawawi menyebutkan, para ulama
berkata bahwa hal itu dikarenakan di dalamnya terdapat nama dan sifat
Allah yang penting yaitu sifat ilahiyah, wahdaniyah (keesaan), sifat
hidup, sifat ilmu, sifat kerajaan, sifat kekuasaan, sifat kehendak.
Itulah tujuh nama dan sifat dasar yang disebutkan dalam ayat kursi. (Syarh Shahih Muslim, 6: 85)
Pelajaran lainnya diberikan oleh Imam Nawawi rahimahullah dari hadits di atas:
- Keutamaan yang besar dari sahabat Ubay bin Ka’ab yang memiliki nama kunyah, Abul Mundzir.
- Banyaknya ilmu Ubay bin Ka’ab.
- Orang yang berilmu benar-benar memuliakan orang yang punya keutamaan.
- Dibolehkan memanggil seseorang dengan nama kunyah.
- Bolehnya memuji seseorang di hadapannya jika ada maslahat dan tidak khawatir ia terjatuh dalam ujub karena kesempurnaan diri dan ketakwaannya. (Syarh Shahih Muslim, 6: 85)
Namun asalnya memuji orang lain di hadapannya tidak dibolehkan jika secara berlebihan.
Dari Abu Ma’mar, ia berkata, “Ada seorang pria berdiri memuji salah
seorang gubernur. Miqdad (Ibnul Aswad) lalu menyiramkan pasir ke
wajahnya dan berkata,
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ نَحْثِىَ فِى وُجُوهِ الْمَدَّاحِينَ التُّرَابَ.
“Kami diperintahkan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji.”
(HR. Muslim no. 3002). Imam Nawawi membuat judul Bab ‘Larangan memuji
orang lain secara berlebihan dan dikhawatirkan menimbulkan fitnah bagi
yang dipuji’.
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
Menurut Miqdad yang meriwayatkan hadits tersebut, hadits ini
diamalkan secara tekstual. Sebagian ulama ada yang mengamalkan demikian.
Jika ada yang memuji di depan wajahnya, maka mereka melemparkan debu di
wajahnya sesuai hakikat hadits tersebut. Sedangkan ulama lainnya
memaknakan hadits ‘menyiramkan pasir’ bahwa pujian mereka itu ditolak
mentah-mentah dan tidak kita terima. Ada pula pendapat lain yang
mengatakan bahwa jika kalian dipuji, maka ingatlah bahwa kalian itu
berasal dari tanah, maka bersikaplah tawadhu’ (rendah diri) dan
janganlah merasa ujub (bangga diri). Namun tafsiran terakhir ini lemah. (Syarh Shahih Muslim, 18: 106-107)
Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan perkataan Ibnu Baththol rahimahullah,
“Yang dimaksud hadits tersebut adalah bagi siapa yang memuji orang
lain dan pujian itu tidak ada pada orang yang dipuji. Pujian ini juga
terlarang jika tidak aman dari ujub (menyombongkan diri) bahwa kedudukan
orang yang dipuji memang seperti pujian itu. Maka pujian ini hanyalah
menyia-nyiakan amalan dan terlalu membebani diri dengan sifat pujian
yang diangkat. ‘Umar berkata, “Pujian bagaikan sembelihan”. Adapun jika
memuji orang yang benar-benar pujian ada pada dirinya, maka seperti itu
tidak terlarang. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah dipuji dalam hal sya’ir dan khutbah beliau, namun beliau tidak menyiram pasir di hadapan orang yang memuji.” (Fath Al-Bari, 10: 477)
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pujian yang terlarang adalah:
- Pujian yang berlebihan.
- Pujian yang mengandung sifat yang tidak ada pada diri orang yang dipuji.
- Pujian yang menimbulkan fitnah (timbul ujub, menyombongkan diri) pada orang yang dipuji.
Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Sumber : https://rumaysho.com/11675-kapan-memuji-orang-lain-di-hadapannya-dibolehkan.html
0 komentar:
Posting Komentar