Nike itu Nama Dewi Kemenangan
Nike itu adalah nama dewi kemenangan atau keberhasilan. Kita sudah
tahu bagaimanakah dewa dan dewi adalah nama sesembahan orang musyrik.
Mari kita lihat benarkah Nike adalah seorang Dewi. Disebutkan dalam Wikipedia sebagai berikut.
Dalam mitologi Yunani, Nike (yang berarti kemenangan) adalah dewi
yang dihubungkan dengan kemenangan dan keberhasilan. Bangsa Romawi
menyamakan Dewi Nike dengan Dewi Victoria. Menurut berbagai dongeng,
Dewi Nike disebutkan sebagai putri dari Pallas (Titan) dan Stiks (dewi
sungai), saudari dari Kratos, Bia dan Zelos. Dewi Nike dan dan saudara
saudari kandungnya menyertai Zeus pada saat perang melawan Titan.
Nike sering digambarkan bersayap dalam lukisan maupun patung.
Sebagian besar dewa-dewi Yunani kuno dapat melepaskan sayapnya. Nike
adalah dewi kekuatan, kecepatan dan kemenangan baik dalam peperangan
maupun dalam kompetisi. Nike berteman dekat dengan Athena (dewi
kebijaksanaan).
Nike merupakan salah satu dewi yang figurnya digunakan pada koin.
Selain itu figur Nike juga digunakan untuk piala FIFA pertama yang
dikenal sebagai piala Jules Rimet. Sejak tahun 1928, figur nike
digunakan untuk medali Olimpiade musim panas, yang digambarkan sedang
memegang daun palem ditangan kiri dan mahkota kemenangan ditangan kanan.
Patung Dewi Nike
Orang Muslim Tidak Boleh Mendukung Syiar Non Muslim
Orang muslim tentu saja tidak boleh mendukung syiar non muslim.
Karena orang muslim punya prinsip setia pada muslim dan berlepas diri
dari non muslim. Bentuk berlepas diri adalah tidak mendukung simbol
mereka. Allah Ta’ala berfirman,
لَا
تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ
مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ
أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadilah: 22).
Prinsip ini pun telah diajarkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam sebagaimana disebutkan dalam ayat Al Qur’an,
قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ
الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا
أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا
وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata
kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari
daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu
dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan
Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi
kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah.”
(Ibrahim berkata): “Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami
bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada
Engkaulah kami kembali.” (QS. Al Mumtahanah: 4). Itulah prinsip
seorang muslim berlepas diri dari agama non muslim, bentuknya adalah
tidak mendukung syiar non muslim.
Bayangkan saja bagaimana jika ada muslim yang memakai baju
bertuliskan Yesus, bertuliskan Budha, atau memiliki simbol salib, tentu
saja kita sebagai seorang muslim khawatir pada keislamannya.
Jangan-jangan kita tidak yakin dia itu muslim.
Coba lihat contoh bagaimanakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyikapi sahabatnya yang masih menggunakan salib (simbol agama Nashrani).
‘Adi bin Hatim pernah berkata bahwa beliau pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan memakai salib dari emas di lehernya. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
يَا عَدِىُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ
“Wahai ‘Adi buang berhala yang ada di lehermu.” (HR. Tirmidzi no. 3095, hasan menurut Syaikh Al Albani)
Memakai Atribut Bertuliskan Nike
Tadi sudah dijelaskan bahwa Nike adalah di antara nama Dewi atau Dewa
dari kalangan Yunani. Artinya, posisinya sama saja dengan Yesus dan
Budha yang disembah selain Allah. Kalau dengan Yesus tidak boleh seorang
muslim mengenakan tulisan tersebut pada kaosnya atau bajunya, maka ini
berlaku juga untuk nama dewi Yunani tersebut.
Inilah yang diingatkan oleh para ulama Robbani, supaya kita
berhati-hati pada tulisan tersebut jika ada di baju, sepatu atau kaos
kita.
Ingat, ini adalah kalam ulama, bukan kalam dari kami yang masih kurang ilmunya dan masih jauh dari kewara’an.
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid berkata, “Perusahaan Nike sudah
sangat jelas mengambil nama Nike dari nama dewi Nike. Karenanya tidak
boleh menyebarkan syi’ar semacam itu dengan mengenakan kaos, sepatu atau
lainnya yang bertuliskan Nike. Tidaklah kita katakan jika dikenakan
berarti kita bermaksud menghinakan tulisan tersebut yang ada pada
sepatu. Yang jelas, mengenakan kaos atau sepatu bermerk Nike karena
begitu bangga dengan merk yang sudah terkenal tersebut. Jika nama atau
lambang Nike itu dihilangkan, barulah tak masalah dikenakan.” (Fatwa Al
Islam Sual wal Jawab
no. 178846, juga lihat fatwa
no. 114631)
Syaikh Muhammad Ali Farkus –seorang ulama Al Jazair- ditanya mengenai
produk cokelat yang diberi merk Jupiter, yang merupakan nama dewa
Yunani, apakah makanan tersebut boleh diperjualbelikan.
Jawab beliau, “Ketahuilah bahwa kaedah umum yang perlu diperhatikan
bahwa barang-barang yang punya merk dagang perlu dibedakan. Merk
tersebut kadang cuma sekedar merk, kadang sebagai syiar ajaran tertentu
seperti syiar suatu agama, hizb atau kelompok. Kalau itu cuma merk
dagang untuk membedakan dengan produk lainnya, maka tidaklah masalah
insya Allah membeli atau menjual barang tersebut.
Adapun jika itu sebagai syiar atau pemikiran yang bertolak belakang
dengan prinsip Islam, di mana itu adalah prinsip atau akidah agama
tertentu, seperti syiar dari Syi’ah, syiar Yahudi, Syiar Nashrani dengan
symbol salib, maka tentu ketika itu barulah terlarang, baik itu ada
pada makanan, minuman, pakaian. Karena dengan adanya simbol syiar agama
seperti itu berarti tanda setuju secara lahiriah dengan pemikiran
menyimpang, walaupun dari sisi hati tidak mendukung atau menyatakan
setia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarang dari pakaian
orang kafir jika itu adalah ciri khas mereka. Lebih-lebih jika
mengandung syiar dan pemikiran yang rusak.
Berdasarkan itu, tulisan atau simbol seperti Jupiter dan Nike, itu
asalnya adalah nama dewa Yunani. Itu dianggap sebagai syiar dan akidah,
bukan hanya sekedar merk dagang. Jadi tetap terlarang.
Namun penjelasan di atas kembali pada kaedah umum yang sudah
disebutkan. Perlu ada penelitian lebih jauh, apakah simbol tersebut
syiar agama ataukah bukan.
Wal ‘ilmu indallah.” (Diringkas dari
Wahyain.Com)
Masih dari
Wahyain.Com
ada di situ fatwa dari Syaikh ‘Ali Ridha, beliau ditanya, bolehkah
membeli baju yang bertuliskan Nike dan diketahui bahwa Nike adalah nama
sesembahan selain Allah, walau sekarang tidak jadi sesembahan. Jawaban
beliau, kalau memang realitanya seperti yang disebutkan dalam soal, maka
sudah barang tentu pakaian tersebut tidak boleh dibeli dan tidak boleh
dikenakan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin pun dalam keterangan beliau
menyatakan, jika tertulis di baju, “Saya Nashrani”, “Saya Yahudi”, “Saya
Kristiani”, …. atau tertulis pula nama dewi dari kalangan Yunani, …
maka perlu diketahui bahwa kita itu muslim, maka wajib bagi kita tidak
mengenakan pakaian semacam itu. (Ini disebut dalam
Majles.Alukah)
Kalau itu Masih Syubhat (Samar)
Kalau perkara di atas jadi syubhat, maksudnya jadi samar bagi kita,
maka sikap seorang muslim adalah meninggalkan perkara syubhat. Karena
dengan meninggalkannya, ia akan menyelamatkan diri dan kehormatannya.
Dari hadits An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ
“Siapa yang menjauhi syubhat (masih samar antara halal dan
haram), maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Siapa yang
terjatuh dalam syubhat, maka ia akan terjatuh pada yang haram” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Ibnu Rajab Al Hambali berkata mengenai maksud terjatuh pada yang
haram dengan dua tafsiran, yaitu pelan-pelan ia akan terjatuh pada yang
haram, atau ia terjatuh pada perkara yang realitanya haram. Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 205.
Saatnya Lepas dan Hapus Simbol Nike Karena Allah
Karena Nike bukanlah sekedar trend atau merk, namun adalah syi’ar
agama, maka hendaklah tulisan tersebut tidak ada pada pakaian yang kita
kenakan.
Syaikh Shalih Al Munajjid di atas mengemukakan, “Jika nama atau lambang Nike itu dihilangkan, barulah tak masalah dikenakan.”
Syaikh Mahir Al Qahthani berpendapat, “Jika kenyataan baju nike itu
seperti yang dikemukakan itu benar adanya, maka hendaklah jual beli baju
semacam itu ditinggalkan, karena hal itu mengantar pada syirik akbar.
Kalau mau nama dewi tersebut dihapus ataukah tidak namanya dirubah dari
nike menjadi “nlke” dan simbolnya juga dihapus. Lalu setelah dihapus,
hendaklah ia jual walau dengan harga yang lebih murah dari harga
sebenarnya. Karena siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka
akan diganti dengan yang lebih baik.” (Diambil dari
Wahyain.Com)
Sebagian ulama seperti yang kami dengar dari –guru kami- Syaikh Ubaid Al Jabiri
hafizhahullah di
Youtube,
membolehkan tulisan Nike tetap ada, namun dalam keadaan statusnya
dihinakan, seperti diinjak di sepatu, tidak pada penutup kepala, kaos
atau baju. Namun kami sendiri lebih memilih pendapat yang menyatakan
dihapus sama sekali, atau tidak dikenakan sama sekali.
Ingat sekali lagi sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan oleh salah seorang sahabat,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali berkata bahwa sanad hadits ini shahih. Adapun tidak disebutnya nama sahabat tetap tidak mencacati hadits tersebut karena seluruh sahabat itu ‘udul yaitu baik)
Wallahu a’lam bish showab.
Kami pun berdoa kepada diri kami dan setiap yang membaca tulisan ini,
supaya mendapatkan hidayah. Kami hanyalah hamba yang dhoif yang bisa
jadi salah dalam berfatwa sebelumnya dan kami ingin rujuk pada
kebenaran. Semoga Allah memaafkan dosa dan kesalahan kami.
اللَّهُمَّ
رَبَّ جِبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ
وَالأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ
عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِى لِمَا اخْتُلِفَ
فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِى مَنْ تَشَاءُ إِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfil, pencipta langit dan bumi,
yang mengetahui yang ghaib dan nampak, sesungguhnya engkau yang
menghukumi di antara hamba-Mu ketika mereka berselisih. Tunjukilah aku
kepada kebenaran dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkaulah yang memberi
petunjuk pada siapa saja yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.”
Kebenaran tetaplah dikatakan, walau terasa pahit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasehati Abu Dzar,
وَأَمَرَنِى أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا
“Beliau memerintahkan untuk mengatakan yang benar walau itu pahit.”
(HR. Ahmad 5: 159. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits
ini shahih, namun sanad hadits ini hasan karena adanya Salaam Abul
Mundzir)
Sumber : https://rumaysho.com/9801-hati-hati-dengan-dewi-nike.html